Sabtu tanggal 5 Juni 2oo8, Teb jenguk temen SMP (yang biasanya aku panggil Kk shi, dia memang sering sakit dan sudah 3x keluar masuk RS di Surabaya)..
Kk di diagnosis sakit dispepsia..
Wadugh..tu nama penyakit apa yagh? Dugaan awal ku sebagai orang awam, ni penyakit pasti karena kebanyakan mimik PEPSI..hahahaha
Sampai akhirnya aku mencari info tentang penyakit ini sekalian aku posting di blog, karena konon kata Cece Meli biasanya orang-orang suka mengabaikan penyakit ini..
Dispepsia, Gangguan Saluran Cernapost info
Oleh toomymatsuda
Kategori: Health
DISPEPSIA, suatu sindrom yang mencerminkan gangguan gastrointestinal atau saluran cerna. Penyebabnya bervariasi dari psikis sampai kelainan serius seperti kanker gaster. Ada dua tipe yakni organik dan fungsional (dulu disebut nonorganik/DNU/Dispepsia nonnulcus).
Tipe fungsional ini tidak jelas penyebabnya. Kriteria diagnosisnya terdapat rasa nyeri dan tidak nyaman pada abdomen atas yang dapat menetap maupun hilang timbul selama setidaknya satu bulan.
Selain itu, tidak ditemukan kelainan organik pada pemeriksaan klinik, biokimia, ebdoskopi, mapun ultrasonografi. Berdasarkan gejala yang dominan, dispepsia fungsional dapat diklasifikasi lagi menjadi beberapa subgrup berdasarkan keluhan/gejala yang paling dominan.
Pertama, dispepsia dengan gejala seperti ulkus atau ulcer-like dyspepsia. Pasien memperlihatkan gejala seperti ulkus kronik. Gejala khasnya, nyeri terlokalisasi di epgastrium, sembuh setelah makan ataupun pemberian antasida, timbul sebelum makan ataupun ketika lapar. Pasien juga dapat terbangun di malam hari karena nyerinya. Nyeri ulcer-like dyspepsia timbul periodik dengan relaps dan remisi.
Kedua, dispepsia tipe dismotil (dismotiliti). Gejala karakteristiknya, rasa tidak nyaman yang diperburuk oleh makanan, rasa cepat kenyang, mual, muntah, dan kembung di abdomen atas. Ketiga, dispepsia nonspesifik atau campuran. Tipe ini timbul akibat kritik terhadap pembagian dispesia fungsional berdasarkan gejala yang dominan karena banyaknya laporan tumpang tindih gejala antarsubgrup.
PatogenesisTeori patogenesis penyakit ini masih banyak yang kontroversial dan kontradiktif. Ada juga postulat yang mengatakan sensitivitas mukosa terhadap asam lambung mungkin dapat menimbulkan nyeri abdomen ataupun rasa tidak nyaman. Kelainan fungsi motori saluran cerna atas juga dipercaya merupakan salah satu patogenesis terjadinya dispesia fungsional.
Hasil penelitian memperlihatkan hipomotilitas antrum pilori pada 25-50 % pasien DNU, dan pengosongan lambung yang terlambat. Selain itu, reaksi inflamasi diperkirakan mengaktivasi reseptor ambang rangsang, sehingga stimulus fisiologis yang normal menimbulkan rasa tidak nyaman.
Kurang lebih 50% pasien dengan dispesia fungsional melaporkan keluhan mereka berkaitan dengan makanan. Makanan dianggap memicu sekresi asam lambung. Kopi juga dapat memperberat dispepsia, namun apakah caranya dengan berfungsi sebagai iritan nonspesifik langsung ataupun dengan mempresipitasi refluks gastroduodenal masih belum jelas. Obat antiinfalmasi nonsteroid (OAINS)/ Obat pereda nyeri/rematik juga dapat menyebabkan gangguan gejala serupa. Hal ini berkaitan dengan dosis.
Infeksi HpDari berbagai laporan kekerapan Helicobacter pylori (Hp) pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda makna dengan populasi Hp pada kelompok orang normal. Korelasi sebagai faktor penyebab masih banyak diperdebatkan, dan juga manfaat eradikasi Hp pada dispepsia fungsional. Dengan alat endoskopi saluran cerna pemeriksaan Hp dapat dilakukan biopsi. Hasil biopsi dengan pemeriksaan patologi anatomi pada pasien dispesia di RSUD Tugurejo didapatkan hasil 72% menunjukkan adanya infeksi Hp (Data unit endoskopi saluran cerna RSUD Tugurejo).
Diagnosis BandingGastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas epigastrum/uluhati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung.
Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola defekasi kepada pasien untuk mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen atas yang hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang.
Obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral, terutama eritromisin dan ampisilin. Mengurangi dosis ataupun menghentikan pengobatan dapat mengurangi keluhan dispepsia. Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan multisistem yang salah satunya adalah gejala di abdomen ternyata menderita depresi ataupun gangguan somatisasi. Gangguan pola makan juga tidak boleh dilupakan apalagi pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan yang signifikan.
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual, dan muntah. Lebih jauh diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri abdomen bagian atas yang diinduksi oleh aktivitas fisik.
Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan oleh otot yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat membingunkan dengan dispepsia fungsional. Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan tersebut tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan otot-otot abdomen.
Peranan EndoskopiMelihat banyaknya penyakit dasar yang bermanifestasi dalam bentuk keluhan dispepsia, diperlukan suatu perhatian pendekatan diagnostik yang baik. Terutama untuk menyingkirkan atau menegakkan penyebab yang dapat menimbulkan morbiditas yang berat bahkan kematian. Berbagai sarana penunjang dapat dipakai untuk mencari penyebab dispepsia. Selain keadaan klinik yang ditunjang pemeriksaan laboratorium dan radiologi, pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas memegang peran yang sangat penting.
Alat endoskopi saat ini dibuat semakin lentur/fleksibel dan diameter yang lebih kecil. Gambar yang dihasilkan makin baik memungkinkan pemeriksaan ini berlangsung dengan nyaman dan komplikasi yang sangat minim. Dari pengalaman pemeriksaan endoskopi 223 pasien (setelah evaluasi klinis lainnya) pada penderita dispepsia di RSUD Tugurejo Semarang 2003 didapatkan sekitar 80% adanya lesi organik di saluran cerna bagian atas. Hal ini jauh berbeda dengan data kepustakaan di luar negeri (30-40%).
Dengan alat edoskop ini dapat pula lakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi dan menentukan ada/tidaknya kuman Hp. Perkembangan teknologi memungkinkan penggunaan endoskopi semakin luas, misalnya pengambilan polip, pengambilan benda asing yang tertelan, menghentikan perdarahan saluran cerna dan untuk pemberian nutrisi, ERCP (Endoskopi Retrograde Cholangio Pancreotorgraphi), Endoskopi ultrasonographi (USG Endoskopi) dan pengambilan batu saluran empedu.(Dr Jacobus Albert SpPD).